Senin, 13 Desember 2010

Yayasan Sayap Ibu

Yayasan Sayap Ibu adalah yayasan  yang berdiri sejak tahun 1955,  yayasan ini mengurus anak anak balita yang terlantar  mulai dari yang dibuang oleh orang tuanya, atau pun yang dititipkan di panti. Yayasan sayap ibu mengurus anak-anak ini dengan hati-hati karena seperti kita tau mengurus anak-anak balita tidak boleh sembarangan harus benar-benar  dirawat dengar benar karena mereka tidak mau, anak-anak ini yang telah menderita tidak diurus dengan baik....


oleh karena itu Yayasan Sayap Ibu yang menjadi tujuan kami untuk menyalurkan bantuan / sumbangan yang berupa susu. kami memiliki program "100 kotak susu untuk mereka "  ami berharap kalian dapat mendukung program kami dan membantu untuk ikut serta mengumpulkan " 100 kotak susu untuk mereka ".

Senin, 29 November 2010

Kisah dari RPA TKI


Kisah Pilu Anak 'Haram' TKW
Ahmad Fadli/ Era Baru News Senin, 06 September 2010


rpatkiPengelola RPA TKI, Yudhi, bersama anak-anak TKW yang dititipkan.(Foto : Ahmad Fadli/ Era Baru)

 Jakarta - Gillian Rashed tersenyum lebar. Sambil tengkurap, sesekali bayi berusia tujuh bulan itu menggerak-gerakkan tangan dan kaki, seakan sedang belajar berenang.
Kulit Gillian putih mulus, mata bulat, dan hidung mancung khas Timur Tengah. Cakep dan lucu. Siapa sangka bayi yang akrab dipanggil Gilang itu ternyata tidak dikehendaki ibunya, seorang Tenaga Kerja Indonesia  Wanita  (TKW) di Qatar.

Ketika mendarat di Bandara Soekarno Hatta sepulang dari Qatar, sang ibu langsung menitipkan Gilang ke rumah penitipan anak (RPA) TKI secara diam-diam.
 "Sudah hampir dua bulan Gilang di sini, sudah seperti anak saya sendiri," kata Yudhi pengelola RPA tersebut sambil merengkuh dan menciumi bayi itu. 

Gilang adalah salah satu penghuni RPA TKI. Dia di situ bersama tiga bayi lain. Mereka adalah Najia Nurfatilah Sohar, 14 bulan; Rizki Ardiansyah, 13 bulan; dan Sanan 24 hari.
Sejak berdiri pada Februari 2009, RPA TKI, sebuah lembaga independen telah menyelamatkan sepuluh bayi hasil hubungan gelap TKI. 

Menurut Yudhi, salah satu pengelola RPA TKI, selain empat yang masih di penampungan, dua bayi telah diadopsi orang tua asuh, dan empat lainnya diambil kembali oleh ibunya.
Semua bayi penghuni RPA merupakan anak hasil hubungan gelap atau buah perkosaan terhadap ibunya di luar negeri. Ibu bayi-bayi tak berdosa yang bekerja sebagai pendulang devisa itu kadang terlalu malu membawa pulang bayinya.
Karena itu, tak sedikit tenaga kerja wanita (TKW) yang lebih memilih menelantarkan atau membuang bayi-bayi itu di toilet sesaat setelah mendarat di terminal 4 Bandara Soekarno-Hatta. "(Kejadian) itu sebelum RPA TKI ini berdiri," tutur Yudi.

RPA TKI sendiri terletak di perkampungan padat penduduk di belakang kompleks Bandara Soekarno-Hatta, Jalan Adi Sucipto, Tangerang, Banten.
Karena biaya terbatas, pria 29 tahun itu hanya mampu menyewa sebuah rumah di gang sempit berjarak sekitar 500 meter dari runway Terminal I Bandara Soekarno-Hatta.
Tentu saja suara bising pesawat selalu terdengar hampir setiap menit. Menurut alumnus IAIN Serang itu, bayi-bayi penghuni RPA tersebut mempunya kisah pilu.
"Kisah Gilang paling menyentuh," katanya. 

Ibu Gilang, sebut saja namanya Lily, semula bekerja sebagai pembantu di peternakan onta di Qatar. Pekerjaan keras dan kerap berhari-hari di padang pasir menggembala ratusan onta membuat Lily tidak betah.
Meski tak memegang secuil dokumen, dia nekat melarikan diri dari majikan.
Dalam pelariannya, Lily ditolong seorang pekerja asing asal Syria bernama Aziz. Setelah beberapa lama tinggal bersama, timbul lah rasa suka sama suka dan terjadilah hubungan gelap. 

Namun, malang bagi Lily, dia tertangkap petugas imigrasi dan ditahan hampir 14 bulan di penjara. "Ketika berada di penjara, dia (Lily, Red) baru sadar telah hamil," ungkap Yudhi.
Gilang lahir di balik jeruji besi tanpa sepengetahuan ayah kandungnya. Bayi berkulit putih itu dibawa pulang ke Indonesia dalam usia empat bulan. Aziz juga tak pernah tahu bahwa dia sebetulnya telah menjadi ayah.

Ketika mendarat di Indonesia, Lily tak berani membawa Gilang ke kampung halamannya, Sukabumi. Sebab, dia punya suami dan tiga anak. Gilang nyaris ditelantarkan di bandara sebelum diselamatkan oleh Yudhi dan dibawa ke RPA pada 24 Februari 2010 lalu.
"Sampai sekarang suami TKW itu juga belum tahu bahwa istrinya punya anak hasil hubungan gelap ini," katanya. Bapak satu anak itu beberapa kali membawa Gilang menemui ibunya secara diam-diam, sekadar melepas kangen. Namun, keberadaannya tetap dirahasiakan dari keluarga besarnya di Sukabumi. 

Menurut Yudhi, sesuai standar ketentuan RPA TKI, pihaknya memberikan waktu enam bulan bagi TKI itu untuk menjelaskan ‘kondisi’ itu kepada keluarga.
RPA juga siap mendampingi dalam proses mengungkapkan keberadaan si ‘anak haram’ itu kepada keluarga TKW. "Setelah itu baru diberi opsi apakah anak ini mau dibawa kembali atau dititipkan di sini," jelas Yudhi.

Cerita tak kalah pilu juga dialami bayi Najia Nurfatilah. Bayi perempuan itu sengaja dititipkan di RPA karena ibunya tidak ingin trauma masa lalunya muncul kembali.
Sang ibu, sebut saja bernama Rahma, adalah TKw korban perkosaan ketika bekerja di Riyadh, Arab Saudi. Rahma menandatangani kontrak sebagai pembantu rumah tangga selama dua tahun. Namun, setelah beberapa bulan bekerja tanpa digaji, dia memutuskan lari.
Lacur nasib, sudah jatuh tertimpa tangga berat. Perempuan asal Jepara itu lari menggunakan taksi sewaan. Eh... si pengemudi malah memperkosanya. "Rahma, kemudian dilaporkan dan diserahkan ke polisi Arab Saudi. Dalam dinginnya penjara, lahirlah Najia yang kemudian ikut dideportasi bersama Rahma kembali ke Indonesia," tutur Yudhi.

Di tanah air, Najia yang berdarah Bangladesh-Indonesia itu dibawa pulang ke Jepara. Namun, suaminya menolak mentah-mentah kedatangan Rahma dan Najia. Dalam kondisi panik. Rahma kembali lagi ke terminal 4 di Jakarta dan meminta bantuan Yudhi. "Tak terasa sekarang hampir 14 bulan dia dirawat di sini," kata pria berkacamata itu dengan mata berkaca-kaca.
Alumnus Ponpes Walisongo, Ponorogo, itu mengatakan bahwa RPA TKI didirikan atas berbagai faktor. Antara lain, didasari niat menyelamatkan bayi-bayi TKI dari tangan para penjual bayi.  Setidaknya, itulah yang diamanatkan Kepala BNP2 (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan) TKI Mohammad Jumhur Hidayat, ketika bersedia menjadi donor tunggal bagi lembaga nonprofit itu.

Lembaga penitipan anak di rumah kontrakan itu memang tidak memungut biaya apa pun dari para TKI yang menitipkan bayinya. Semula shelter itu direncanakan memelihara bayi-bayi tersebut maksimal enam bulan. Namun, dalam praktiknya, banyak orang tua bayi itu yang menandatangani surat penyerahan anaknya. Bukannya berencana mengambil kembali anaknya. Karena itu, RPA TKI, dengan seizin Depsos, membuka peluang bagi para dermawan yang ingin mengambil anak angkat anak-anak para TKI itu.

Sayang, hal itu kerap disalahgunakan orang lain. Tak sedikit orang berduit yang datang ke RPA dan ingin membeli bayi itu bagaikan membeli kambing saja. Salah satunya bayi Aurora yang kini telah diadopsi orang tua asuh.
Ketika masih dirawat di RPA. beberapa orang datang don menawarinya cek agar dia memproses surat adopsi Aurora. Tawaran terbesar senilai Rp 20 juta. Namun. dia mengaku tidak tergoda iming-iming itu. Oleh karenanya demi alasan keamanan, dia mempekerjakan tenaga keamanan.

"Memang operasional RPA ini kerap terkendala dana. Tapi, saya lebih baik utang bank daripada menjual bayi," tegasnya. Lebih lanjut Yudhi memaparkan, biaya operasional RPA rata-rata Rp 10 juta per bulan. Biaya itu antara lain untuk honor dua babysitter dan dua tenaga keamanan. Pengeluaran paling besar untuk membeli susu dan popok bayi.
Dana tersebut umumnya diperoleh dari para dermawan. Namun, donator tetapnya, ya Jumhur Hidayat dan Yayasan Puri Cikeas.  "Kami juga dibantu Dinas Sosial Tangerang," kata Yudhi.

Dia mengakui memasang standar tinggi bagi calon orang tua asuh. Misalnya calon orang tua angkat harus mampu secara finansial menghidupi anak angkatnya.
Bagaimana jika tidak ada yang mengadopsi bayi-bayi tersebut? Yudhi tidak khawatir. Dia siap secara mental dan spiritual untuk membesarkan mereka.
"Selama saya masih bernyawa, saya akan menghidupi mereka dengan cara apa pun. Bahkan sampai mereka lulus SMA dan mampu hidup mandiri. Mereka adalah anak-anak bangsa yang harus dilindungi dengan sepenuh hati dan saya siap melakukannya," tutup Yudhi. (ahf/waa)

http://erabaru.net/featured-news/48-hot-update/17192-rpa-tki-kisah-pilu-anak-haram-tkw

Bayi Ditelantarkan Orangtua di Depan Rumah

Lagi, Bayi Ditelantarkan
Senin, 8 November 2010 | 04:24 WIB

Depok, Kompas - Seorang bayi yang diduga berumur 10 hari ditelantarkan di teras depan rumah Sugiman (39), warga Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Orang tidak dikenal menaruh bayi laki-laki itu di dalam kardus bekas wadah air mineral kemasan.

Kasus demikian terjadi empat kali sejak April di wilayah Kota Depok. Dari semua kasus, pembuang bayi diduga kuat terdesak persoalan ekonomi.
”Bayinya masih merah, tetapi tali pusarnya kering. Saya menemukan dia dibalut kain bedong putih di dalam kardus,” ujar Sugiman di rumahnya, Minggu (7/11) di Depok, Jawa Barat.

Sugiman mengetahui keberadaan bayi itu setelah menunaikan shalat subuh sekitar pukul 04.30. Dia curiga ketika melihat ada kardus di depan jendela rumahnya. Saat dia membuka pintu rumah, bayi itu menangis lirih. Sugiman terkejut dan memberi tahu istrinya.

Dia dan istrinya panik. Mereka melaporkan penemuan bayi itu kepada Ketua Rukun Tetangga (RT) 03, Rukun Warga (RW) 06, M Acik. Dia menanyakan, apakah ada tetangga yang memiliki anak tersebut. Berita penemuan bayi itu pun menyebar ke tetangga. Di antara mereka tiada yang mengaku memiliki bayi itu.

”Saya melaporkan kejadian ini ke kelurahan dan ke Polsek Cimanggis. Dari sini, saya diminta membuat berita acara laporan ke Polres Depok,” kata pria yang bekerja sebagai pegawai di kawasan Sentul, Bogor, itu.
Rumah Sugiman berada di permukiman padat penduduk di Kelurahan Sukamaju Baru. Akses jalan di depan rumah Sugiman sering dilalui sepeda motor.
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Depok Ajun Komisaris I Gusti Ayu Supiati mengatakan, petugas membawa bayi itu ke Rumah Sakit Bhayangkara, Kramatjati, Jakarta Timur. Menurut Ayu, dia perlu kepastian tim dokter mengenai kesehatan bayi.
”Kami menunggu hasil visum tim dokter apakah si bayi sehat atau tidak,” ujar Ayu.

Ayu bersama tim PPA Polres Metro Depok berusaha mencari jejak orangtua bayi. Dia menduga pembuangan bayi tersebut karena orangtua si bayi terbelit kebutuhan ekonomi, seperti yang terungkap pada kasus sebelumnya. Namun, dia tidak menutup kemungkinan pembuangan bayi ini karena faktor lain, misalnya hubungan gelap di luar nikah.
Kasus pembuangan bayi di wilayah Polres Metro Depok ada empat kali sejak April, termasuk kasus di Sukamaju Baru, Tapos.

Kasus pertama, di Perumahan Griya Depok Asri Kelurahan, Mekar Jaya, Sukmajaya (2 April). Kasus kedua di Perumahan Pondok Tirta Mandala, Kelurahan Sukamaju, Cilodong (17 Agustus). Kasus ketiga di Kampung Serab, Kelurahan Tirta Jaya, Kecamatan Sukmajaya (2 Oktober).
Kasus di Sukmajaya, tim Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok menemukan orangtua si bayi. Pembuang bayi adalah orangtuanya sendiri, yakni MS alias Abd (26) dan IR (20). Mereka ditangkap petugas di Mal ITC Jalan Margonda, Depok, Kamis (7/10). (NDY)

http://cetak.kompas.com/read/2010/11/08/04240978/Lagi..Bayi.Ditelantarkan.

Minggu, 28 November 2010

Bayi TKI terlantar di Malaysia

Penelantaran Bayi
Telantar, 5 Anak Balita TKI Dipulangkan
Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik
Senin, 7 Juni 2010 | 14:35 WIB

 KOMPAS.com/Caroline Damanik
Lima anak TKI yang dipulangkan dari Malaysia karena terlantar diserahkan kepada tiga Rumah Perlindungan Sosial Anak, Senin (7/6/2010).
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Lima anak balita dipulangkan ke Indonesia oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Malaysia untuk ditempatkan di rumah perlindungan sosial anak. Kelimanya dipulangkan karena ditelantarkan oleh ibunya yang menjadi tenaga kerja di Johor Bahru, Malaysia.

Penyerahan simbolis dilakukan oleh Koordinator Pelayanan Warga dan Pejabat Fungsi Konsuler KJRI Suryana Sastradiredja kepada Sekjen Kementerian Sosial Chazali Husni Situmorang dan diteruskan kepada perwakilan rumah perlindungan sosial anak di kantor kementerian, Senin (7/6/2010).
Amirul Nizam (3) diserahkan ke Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA) Bambu Apus, Rizky Wahyu Akbar (3 bulan) ke RSPA Muhammadiyah Bandung, serta Arya Johari (2 bulan), Aryanto Wibowo (2 bulan), dan Tiara Aminah (3 bulan) ke Yayasan Sayap Ibu Cabang Jakarta.

Kelima anak balita itu dipulangkan karena berbagai alasan. Nizam dipulangkan karena ibunya dipenjara. Rizky telantar karena ibunya tidak bisa menunjukkan dokumen sah. Sementara Arya, Aryanto, dan Tiara ditinggalkan oleh ibunya tanpa identitas sama sekali.
Perawatan fisik kelimanya akan berada di bawah tanggung jawab masing-masing RSPA. Selanjutnya kementerian dan KJRI akan bekerja sama mencari orangtua dari anak balita yang belum diketahui identitasnya itu. Jika tidak ditemukan juga, akan dicarikan keluarga penggantinya.

http://nasional.kompas.com/read/2010/06/07/14353422/Telantar..5.Anak.Balita.TKI.Dipulangkan

LIMA BAYI TKI DI DEPORTASI DARI MALAYSIA

Liputan6.com, Jakarta: Empat bayi beserta satu balita telantar dari Johar Baru, Malaysia, diserahkan Kementerian Luar Negeri ke rumah perlindungan sosial anak milik Kementerian Sosial di Jakarta, Senin (7/6). Kelima anak itu ditelantarkan orang tuanya yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Seorang balita bernama Amirul Nizam berusia tiga tahun, sedangkan empat bayi bernama Rizki Wahyu Akbar berumur tiga bulan, Arya Johari berusia dua bulan, Aryanto Wibowo berumur dua bulan, dan Tiara Aminah tiga bulan. Mereka ditelantarkan orang tuanya di Malaysia dengan persoalan kasus yang berbeda-beda.

Amirul misalnya. Bocah malang itu ditinggal Suryani, sang bunda yang dipenjarakan Kepolisian Malaysia karena telah membunuh suaminya. Suryani lalu meminta putranya diserahkan untuk dirawat pihak pemerintah Indonesia. Sementara keempat bayi lainnya ditinggalkan orang tuanya di sejumlah rumah sakit di Kota Johor Baru. Setelah diserahkan ke Kemensos, rencananya kelima anak akan dicarikan orang tua asuh. Namun Kemenlu juga akan membentuk tim untuk mencari siapa orang tua dari empat bayi tersebut tersebut sebelum diserahkan ke orang tua asuh.

Kasus penelantaran anak oleh orang tuanya yang bekerja di luar negeri bukanlah kali pertama terjadi. Dari data Kementerian Sosial, kasus serupa juga terjadi pada 12 bayi dan anak-anak para TKI di Kuwait. Semuanya akan diusahakan kembali ke Indonesia. Sebelumnya, pihak Kemenlu juga telah menyerahkan empat balita terlantar lainnya dari Malaysia ke pihak Kemensos.(TES/AYB) 
 
http://berita.liputan6.com/sosbud/201006/280586/Lima.Anak.Telantar.dari.Malaysia.Ditampung.Kemensos

bayi terlantar TKI indonesia

Bandara internasional Soekarno Hatta, Jakarta. Di sinilah setiap harinya, sekitar 1000 lebih pahlawan devisa pulang dan menginjakkan kaki pertama kali di Tanah Air. Setiap pekan ada saja Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang datang dalam kondisi hamil, atau bahkan sudah menggendong bayi.

Dari hampir tiga juta TKI dan TKW yang tersebar di berbagai negara, pekerja di Malaysia dan Timur Tengahlah yang paling banyak mendapat perlakuan tindak kekerasan.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care mencatat, setiap tahun lebih dari 100 TKW pulang dengan kondisi hamil atau membawa bayi hasil diperkosa majikan. Sampai di kampung halaman, derita para TKW bertambah berat karena harus menerima stigma buruk, pulang membawa aib. Padahal mereka hanya menjadi korban.

Di Rumah Penitipan Dinas Sosial DKI, kini banyak balita tak bertuan, termasuk anak TKW hasil hubungan terlarang dengan sang majikan. Hasil penelusuran tim SCTV di Kota Cianjur dan Sukabumi, banyak dijumpai anak-anak yang lahir dari hubungan terlarang.
 
Seperti salah seorang ibu di kawasan setempat, mengaku mendapat cucu oleh-oleh dari anaknya sepulang menjadi TKW di Timur Tengah. Di Kampung Cibeber, Cianjur misalnya, tim SCTV menemukan seorang anak berparas khas Timur Tengah yang dibawa sang ibu pulang ke Indonesia setelah bekerja sebagai TKW di Kuwait.

Pada banyak kasus, posisi TKW sangat lemah tanpa perlindungan, dan hukum Indonesia tak mampu menjangkau mereka. Banyaknya bayi-bayi hasil perkosaan seperti ini, tentu akan menjadi masalah serius di kemudian hari.(IDS/Vin)

http://beta.hileud.com/hileudnews?title=Setiap+Tahun+Ratusan+TKW+Pulang+Bawa+Bayi&id=435344

Senin, 22 November 2010

the reason

kami membuat blog ini dikarenakan ke prihatinan kami terhadap balita-balita indonesia yang kehidupannya belum memadai dan jauh dari dari sejahtera. karena itu kami ingin menggalang seluruh usaha untuk membuat kehidupan yang lebih baik dari yang sekarang.